Tidak Benar DPR Ingin Persulit Calon Independen
Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan menuturkan, opini publik yang mengatakan bahwa DPR berupaya untuk mempersulit persyaratan calon independen dalam Pemilukada adalah tidak benar. Hal itu disampaikan saat Komisi II DPR melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Kementerian Dalam Negeri di Ruang Rapat Komisi II, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Rabu (16/03).
“Hari ini kita di bully oleh publik bahwa DPR ingin menaikkan persyaratan calon independen. Bagi kita tidak ada upaya itu, saya pribadi pun menolak itu. Bagi saya, kalau bisa orang kalau mau mencalonkan diri sebagai kepala daerah maka sebisa mungkin itu boleh. Penting bagi kita agar menghadirkan produk hukum yang menyelesaikan masalah, bukan yang membuat problem baru dan melawan kehendak rakyat sendiri,” ujar Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan ini.
Arteria menegaskan, demokrasi wajib hadir dalam mengutamakan keinginan warga negara. “Saya ingin semua yang di DPR ini memastikan bahwa demokrasi bisa hadir. Sehingga kebijakan yang dibuat sejalan dengan prinsip demokrasi. Saya minta juga janganlah kita persulit warga negara ini hanya untuk menjadi calon Gubernur, Bupati dan Walikota,” tuturnya.
“Kalau untuk menjadi calon saja sudah dipersulit maka itu sudah luar biasa. Harusnya kita juga menghadirkan solusi dengan memberikan persyaratan yang mudah bagi calon independen. Syarat independen ini juga jangan disamakan dengan syarat parpol 20%. Independen bisa mengumpulkan ribuan orang untuk dapatkan KTP. Saya kira ini perlu dijadikan pertimbangan bagi KPU dan Bawaslu,” sambungnya.
Selan itu, Anggota DPR yang berlatarbelakang advokat itu juga menyoroti tahapan perencanaan anggaran yang akan dimulai pada 30 April 2016 namun hingga kini belum ada kepastian apakah menggunakan anggaran APBN atau APBD. Padahal dalam perencanaan anggaran ini ada nomenklatur anggaran yang sifatnya wajib dan harus dipenuhi oleh KPU.
“Perencanaan anggaran dimulai 30 April 2016, nah saat ini kita belum jelas apakah kita pakai APBN atau APBD, tapi tiba-tiba sudah ada di jadwal tahapan. Saya punya catatan bahwa ada nomenklatur anggaran yang wajib hukumnya,” jelas Arteria.
Anggota DPR dari dapil Jawa Timur VI ini juga menekankan pentingnya standarisasi anggaran dalam proses pemilihan umum. “Kita tidak mau lagi KPU mengelola alat peraga. Alat peraga kampanye itu terbukti gagal. Maka sebelumnya perlu kita bedah dulu anggaran untuk Pilkada itu apa saja. Selain itu juga standarisasi anggaran itu tidak pernah ada, padahal akan ada 300 Pemilukada yang harus dikerjakan,” tutur Arteria.
“Misalnya antara Bandung dan Bandung Barat yang berdekatan, maka standarisasi anggarannya bisa sama. Kalau bisa tidak usah dijalankan jika standarisasi anggarannya tidak ada. Kalau perlu harga tinta dicatat,” sambungnya.
Mantan Legal Advisor Komite Normalisasi PSSI ini juga menekankan agar masukan yang diberikan oleh Komisi II bisa menjadi acuan norma bagi KPU dalam menjalankan tugasnya, serta tidak hanya sekadar masukan. “Kita tak butuh sekadar masukan tapi juga ingin masukan dari kita dijadikan norma. Nah ini perlu buat kesepahaman bersama dulu untuk selanjutnya dijalankan oleh KPU,” pungkasnya. (hs,mp), foto : runi/hr.